Setelah CEO Telegram Pavel Durov bertemu dengan Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara untuk membahas standar operasional prosedur (SOP) Telegram di Indonesia, aplikasi Telegram dimungkinkan akan dibuka pada pekan ini setelah diblokir. Dalam SOP tersebut, Durov menekankan komitmennya untuk menurunkan konten-konten terorisme.
“Kita membuat tim khusus untuk menurunkan reaksi waktu penurunan konten publik yang bermuatan terorisme. Sekarang kita ada komunikasi langsung dengan pemerintah Indonesia sehingga konten bisa diturunkan lebih cepat,” katanya Pavel Durov, CEO Telegram, di Kementerian Komunikasi dan Informatika, Jakarta Pusat, Selasa, 1 Agustus 2017.
“Kita membuat tim khusus untuk menurunkan reaksi waktu penurunan konten publik yang bermuatan terorisme. Sekarang kita ada komunikasi langsung dengan pemerintah Indonesia sehingga konten bisa diturunkan lebih cepat,” katanya Pavel Durov, CEO Telegram, di Kementerian Komunikasi dan Informatika, Jakarta Pusat, Selasa, 1 Agustus 2017.
Dalam pertemuan tersebut, SOP dirancang untuk membuat sistem komunikasi khusus bersama pemerintah. Durov mengaku, dulu, Telegram memiliki isu komunikasi yang sulit.
“Dulu ada masalah komunikasi bersama pemerintah. Tapi sekarang sudah ada sistem komunikasi langsung. Dulu, waktu penurunan konten negatif bisa mencapai 36 jam, tapi sekarang hanya beberapa jam sekitar 2-4 jam,” ujarnya.
Selain itu, pihak Telegram telah menyediakan moderator yang dapat berbahasa Indonesia. Hal ini, menurutnya, merupakan alasan utama sistem penurunan konten terorisme dapat diproses lebih cepat.
“Dulu ada masalah komunikasi bersama pemerintah. Tapi sekarang sudah ada sistem komunikasi langsung. Dulu, waktu penurunan konten negatif bisa mencapai 36 jam, tapi sekarang hanya beberapa jam sekitar 2-4 jam,” ujarnya.
Selain itu, pihak Telegram telah menyediakan moderator yang dapat berbahasa Indonesia. Hal ini, menurutnya, merupakan alasan utama sistem penurunan konten terorisme dapat diproses lebih cepat.
“Dulu kan saya hanya berkomunikasi lewat e-mail jadi mungkin tidak sampai langsung ke Pavel, tapi ditangani anak buahnya,” ucap Rudiantara.
Pemblokiran konten terorisme di Telegram hanya akan diterapkan pada channel yang bersifat publik. Adapun Telegram memiliki dua channel yang bersifat publik, seperti media sosial Twitter, danchannel pribadi yang bersifat encrypted.
Durov menegaskan percakapan pribadi yang bersifat encrypted masih tidak dapat bisa diakses pemerintah atau siapa pun.
Pemblokiran konten terorisme di Telegram hanya akan diterapkan pada channel yang bersifat publik. Adapun Telegram memiliki dua channel yang bersifat publik, seperti media sosial Twitter, danchannel pribadi yang bersifat encrypted.
Durov menegaskan percakapan pribadi yang bersifat encrypted masih tidak dapat bisa diakses pemerintah atau siapa pun.
“Untuk konten publik, kita punya tanggung jawab dan kewajiban untuk menurunkan konten terorisme. Walaupun sebetulnya ketika pengguna sudah setuju dengan terms and conditions kita ketika mau memakai Telegram, mereka dilarang memuat konten negatif, seperti radikalisme, pornografi, dan terorisme,” tutur Durov.
Pavel Durov juga menjelaskan, tugas utama Telegram adalah meningkatkan kecepatan aplikasi komunikasi tersebut untuk menurunkan konten-konten yang berbau terorisme. “Karena sekarang kita udah punya tim yang bisa menggunakan bahasa Indonesia, kita bisa dapat mengidentifikasi yang mana saja konten terorisme tersebut,” katanya.
Dirjen Aplikasi Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika Semuel Abrijani Pangerapan juga menjelaskan, Undang-Undang Telekomunikasi melindungi konten pribadi apa pun isinya. “Yang kita bicarakan adalah propaganda yang di channel publik Telegram, yang menyentuh banyak orang. Kalau percakapan pribadi, ya, pribadi. Sudah tertulis di Undang-Undang Telekomunikasi bahwa negara harus melindungi pembicaraan pribadi,” ujarnya.
Pavel Durov juga menjelaskan, tugas utama Telegram adalah meningkatkan kecepatan aplikasi komunikasi tersebut untuk menurunkan konten-konten yang berbau terorisme. “Karena sekarang kita udah punya tim yang bisa menggunakan bahasa Indonesia, kita bisa dapat mengidentifikasi yang mana saja konten terorisme tersebut,” katanya.
Dirjen Aplikasi Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika Semuel Abrijani Pangerapan juga menjelaskan, Undang-Undang Telekomunikasi melindungi konten pribadi apa pun isinya. “Yang kita bicarakan adalah propaganda yang di channel publik Telegram, yang menyentuh banyak orang. Kalau percakapan pribadi, ya, pribadi. Sudah tertulis di Undang-Undang Telekomunikasi bahwa negara harus melindungi pembicaraan pribadi,” ujarnya.
Tinggalkan Komentar, Gunakan Kata Yang Sopan dan Santun, Dilarang Bersifat Rasis dan Provokatif.
EmoticonEmoticon