Wednesday, 2 August 2017

TERNYATA INI! Rahasia Polisi Lacak Penjahat

Maraknya kasus kejahatan digital maupun aksi cyber bullying lewat sosial media kian sering terjadi. Dalam beberapa kasus banyak akun akun sosial media yang tidak menggunakan identitas asli alias anonim. Banyak pihak yang merasa sedikit risih dan khawatir terhadap keberadaan akun akun anonim di media sosial ini.

Pasalnya, akun-akun ini kerap dijadikan cara untuk mendiskreditkan dan memeras seseorang. Mungkin di antara pembaca sekalian masih ingat dengan akun @TrioMacan2000 yang cukup populer di Twitter. Si pemilik akun diduga melakukan upaya pemerasan terhadap seorang pejabat di Telkomsel dengan akun anonim lainnya, @denjaka dan @berantas3.
Menarik untuk di simak mengingat sekarang sedang musim Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) banyak akun akun anonim media sosial baru bermunculan. Kemunculan akun akun anonim ini biasanya bertujuan untuk mendukung atau menjelek jelekan pasangan calon tertentu.
Bahkan dalam beberapa kejadian, kasus pencemaran nama baik lewat dunia maya menggunakan media sosial sudah mendapat perhatian serius dari pihak berwajib dengan di laporkannya akun akun media sosial yang di duga melakukan hate speech di ranah cyber.
Lalu, bagaimana sebenarnya cara penyidik melacak akun dan membuktikan pemilik akun-akun anonim itu?
Kepala Divisi Hukum Indonesia Cyber Law Community (ICLC) Josua Sitompul menjelaskan sebenarnya ada beberapa cara untuk melacak seseorang sebagai pemilik atau admin akun anonim itu.
Pertama, melihat dari kesesuaian pola tulisannya. “Kan kadang-kadang ada orang yang membuat satu tulisan itu sangat spesifik. Misalnya, kalau saya ngomong thanks itu ‘tks’, orang lain ‘tx’. Atau mungkin juga dari pola tulisannya yang lain,” jelas Josua seperti di lansir dari hukumonline
Kesesuaian pola tulisan tersebut dapat dilihat dengan cara membandingkan konten yang ada di dalam akun anonim dengan konten yang ada di blog atau website resmi milik orang tersebut, lanjutnya.
Kedua, jelas Josua, pelacakan yang paling akurat adalah melalui pencarian IP address si pelaku. Namun, untuk kasus-kasus jejaring sosial seperti facebook dan twitter, pelacakan IP address susah untuk didapatkan. “Itu (media sosial,-red) kan servernya ada di Amerika, jadi kita itu akan memiliki kesulitan yang signifikan untuk minta IP ke mereka,” ujarnya.
Josua menceritakan pernah memiliki pengalaman yang cukup panjang ketika meminta IP address kepada salah satu media sosial. Disampaikannya, untuk mendapatkan IP address, pemohon harus memenuhi hukum yang berlaku di Amerika. Hal ini lah yang dirasa tidak mudah.
Apalagi, lanjut Josua, birokrasi di sana  juga tidak mudah. “Untuk memohonkan IP address itu, kita harus berkoordinasi dengan kedutaan negara pemilik server. Kemudian, kedutaan juga akan melihat kasus apa yang dimiliki dan seberapa signifikan kasus tersebut,” jelasnya.
Secara spesifik kalau seandainya kasus ini berhubungan dengan penghinaan, terdapat perbedaan mendasar pada freedom of speech (kebebasan berpendapat). Kebebasan mereka (hukum di Amerika,-red) berbeda dengan kebebasan berekspresi kita. Mereka kalau yang saya lihat jauh lebih tinggi, maksudnya mereka itu lebih memberikan kebebasan untuk mengeluarkan kata-kata yang mungkin di dalam kondisi kita itu adalah termasuk penghinaan,”
Dalam kasus pemilik akun @TrioMacan2000, Josua mengatakan tidak memiliki cukup informasi untuk menilai apa yang paling berat bagi jaksa untuk membuktikan kasus yang sangat erat dengan digital forensic ini.
“Tapi yang menjadi masalah, ketika kita berbicara mengenai pembuktian secara elektronik ya tentunya yang harus dilihat kan siapa yang benar-benar melakukan perbuatan itu secara faktual,”ucap Josua.
Proses Identifikasi, Dan Analisa Barang Bukti
Berikut adalah gambaran mengenai proses digital forensik secara umum. Ada beberapa proses yang dilakukan dalam digital forensik, salah satunya adalah identifikasi.
Proses identifikasi dilakukan untuk memeriksa dengan seksama barang atau sistem elektronik yang mengandung informasi atau dokumen elektronik yang dapat dijadikan alat bukti.Meski begitu, untuk membuktikan kasus ini, bukan berarti hanya bergantung pada alat bukti elektronik.
Dalam kasus cyber crime  tidak selalu menekankan pada alat bukti elektronik semata. Pembuktian-pembuktian yang konvensional, serta alat bukti-alat bukti yang konvensional yang terdapat dalam Pasal 184 KUHAP, juga masih sangat relevan untuk digunakan.
Untuk itu bagi pembaca setia satucode untuk lebih berhati hati lagi menggunakan akun media sosialnya agar bisa terhindar dari berurusan dengan hukum hanya gara-gara tidak bisa mengontrol perkataan kita di media sosial dan menyinggung perasaan orang lain.

Tinggalkan Komentar, Gunakan Kata Yang Sopan dan Santun, Dilarang Bersifat Rasis dan Provokatif.
EmoticonEmoticon